Bagian 15
“Wah,
selamat ya, Dra, lo lulus duluan dari gue. Lo emang hebat.” Ardi masih mendekap
Indra dalam pelukannya.
“Lo buruan susul gue dong. Jangan
betah di sini,” ucap Indra menggoda sahabatnya itu.
Ardi melepaskan pelukannya.
Ditatapnya sahabatnya yang sebentar lagi akan pergi jauh meninggalkannya.
Mengapai mimpinya yang sebentar lagi akan terwujud.
“Indra.”
Indra dan Ardi menoleh berbarengan
saat terdengar namanya dipanggil. Ardi memperhatikan sekeliling ruangan besar
yang dipenuhi oleh mahasiswa berjubah hitam dengan senyum lebar yang menghiasi
wajah masing-masing. Dari kejauhan, terlihat seorang gadis berlari-lari kecil dengan
pakaian yang sama seperti
Indra datang menghampiri mereka.
“Siapa, Ar?” Tanya Indra kepada
Ardi.
“Zarel,” jawabnya.
“Indra,” panggil gadis itu lagi.
Indra bisa mendengar
dengan jelas kali ini suara yang memanggil namanya itu.
“Selamat
ya,” ucap Zarel kepada Indra.
Indra memberikan senyum terbaiknya
kepada Zarel. Meski ia tidak bisa melihat bahwa itu Zarel, namun Indra sangat
hapal dengan suara khas itu. “Makasih ya. Kamu juga, selamat ya.” Mereka saling
berjabat tangan.
“Wah emang bener-bener pasangan yang
serasi ya. Sekarang kalian berdua udah duluan ninggalin gue,” ujar Ardi.
Wajahnya terlihat murung. Ada ke irian dan kebahagiaan sekaligus yang bersarang
di wajahnya.
“Hai,” terdengar sapaan dari arah
belakangan mereka.
Indra sudah tahu suara siapa itu.
“Fiona sama Le,” Zarel berbisik
kepadanya.
Fiona dan Leandra melebarkan kedua
lengannya. Siap memeluk Zarel. Namun, Ardi lebih dulu mendekat ke arah mereka.
“Eh, Ar. Kok lo sih yang ngedeket,”
ucap Fiona terkaget.
“Kita bukan mau meluk lo, ndut.”
Leandra menimpali.
“Hahah...” Indra dan Zarel tertawa
melihat tingkah ketiga sahabatnya itu.
***
Zarel memandang Indra dari balik
jubah hitam dan topi toga yang masih setia menaungi kepala mereka dari dua jam
lalu. Kali ini hanya dia yang bisa memandang Indra. Bukan karena
tidak ada orang lain di sini. Tapi karena Indra tidak akan pernah lagi bisa
memandangnya.
“Habis ini kamu mau kemana?” Tanya
Zarel kepada Indra yang duduk di sebelahnya.
Mereka tidak lagi di dalam ruang
besar yang penuh kebahagiaan itu. Indra mengajak Zarel keluar. Duduk di taman
di samping gedung wisuda.
“Aku mau ke Jepang,” jawabnya dengan
posisi kepala masih menghadap lurus ke depan.
Zarel tahu Indra tidak pernah
bercanda untuk masalah pendidikannya.
“Kamu lulus seleksi penerimaan S2 di
Hokkaido?”
“Mmm...” Indra mengangguk.
Zarel membulatkan matanya. “Hebat.
Aku emang yakin kamu pasti bisa ngelakuin itu.”
“Kamu mau ikut?”
Zarel menggeleng. “Aku nunggu kamu
di sini aja. Makanya, cepet selesain kuliah di sana, terus pulang ke sini.”
“Iya, bawel,” sahut Indra sambil
menjetik pelan hidung Zarel.
“Kamu harus
bisa keliling dunia seperti impian kamu.” Zarel memandang Indra, memberinya
semangat.
“Pasti, karena aku udah dapet
tiketnya.”
Zarel mengkerutkan keningnya.
“Tiket?”
Lagi-lagi Indra mengangguk.
Ia menunjuk topi toganya. “Ini. S1 adalah tiket
keliling dunia.”
Bukan hanya Zarel yang setuju dengan pernyataan itu. Rumput-rumput di sekitar
mereka pun ikut mengangguk tanda setuju. Sebenarnya kebahagiaan adalah milik mereka yang mau berusaha.
THE END
No comments:
Post a Comment